JSMedia – Tak jauh berbeda dari masyarakat lain pada umumnya, masyarakat Muslim di Indonesia pun juga membutuhkan suatu layanan yang mampu memberikan perlindungan finansial atas berbagai risiko yang tak diinginkan. Namun tak secara asal memilih asuransi, mereka cenderung memilih asuransi syariah yang berpegang pada prinsip Asuransi syariah Islam. Lalu apa saja prinsip-prinsip tersebut dan bagaimana dasar hukumnya?
Pengertian Asuransi Syariah
Saat ini, sudah banyak perusahaan yang menawarkan asuransi syariah kepada masyarakat. Di antaranya adalah BNI Life Syariah, Prudential Syariah, AIA Syariah dan sebagainya. Kehadiran berbagai produk asuransi syariah ini memang mendapat respon positif masyarakat karena didukung pula dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Selain itu, dalam operasionalnya, asuransi tetap harus terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) serta Dewan Pengawas Syariah (DPS).
Asuransi syariah sendiri merupakan layanan asuransi yang berdasar pada prinsip syariah, tolong menolong dan saling melindungi diantara pesertanya dengan membentuk dana tabarru’ yang kemudian dikelola sesuai prinsip syariah demi mengantisipasi risiko. Asuransi syariah juga mengamalkan nilai-nilai Islami dengan prinsip dasar dari konsep ekonomi Islam. Asuransi syariah juga menjadi turunan dari konsep ekonomi Islami.
Prinsip-Prinsip dalam Asuransi Syariah
Prinsip-prinsip yang dijalankan dalam asuransi syariah antara lain:
1. Prinsip Tauhid
Prinsip Tauhid menjadi salah satu prinsip mendasar dalam asuransi syariah, dimana setiap kegiatan yang dilakukan haruslah mencerminkan nilai ke-Tuhanan. Asuransi syariah dijalankan dalam rangka meyakini keesaan Allah dan tidak menyekutukannya dengan kekuatan apapun. Tak heran jika prinsip ini kemudian menjadi pembeda utama antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional.
2. Prinsip Keadilan
Asuransi syariah menerapkan prinsip keadilan dimana masing-masing memiliki peran, atau hak dan kewajiban sesuai dengan kesepatakan di antara pihak. Prinsip keadilan ini tak hanya melindungi hak dan kwajiban, namun juga menghadirkan kenyamanan baik di pihak nasabah maupun pihak perusahaan asuransi itu sendiri. Misalnya, keuntungan perusahaan dan hasil investasi dana nasabah, akan dibagi sesuai dengan kesepatakan awal.
4. Prinsip Tolong-Menolong (Ta’awun)
Pembeda asuransi syariah lainnya adalah adanya prinsip tolong-menolong di antara peserta, dimana mereka tidak diperkenankan untuk mementingkan diri sendiri atau mengejar keuntungan pribadi. Jadi, sejak awal, peserta asuransi syariah menyadari bahwa mereka ingin membantu sesama saat ada musibah. Dengan kata lain, perusahaan hanya bertugas untuk mengelola dananya saja.
5. Prinsip Kerja Sama
Sesuai dengan prinsip tolong-menolong di atas, para peserta atau nasabah bekerjasama dengan perusahaan asuransi yang mengelola dana. Kerjasama yang dijalin melalui perjanjian (akad) yang disepakati. Akad yang digunakan bisa berupa akad mudharabah maupun akad musyarakah.
6. Prinsip Amanah
Dalam hal ini, perusahaan asuransi yang mengelola dana haruslah dapat dipercaya dan memberikan pertanggungjawaban berupa pelaporan keuangan di setiap periode. Perusahaan asuransi juga tidak boleh asal membuat dan menerapkan aturan, mengambil keputusan ataupun mengejar keuntungan. Sementara peserta juga harus jujur dan terbuka pada saat melakukan klaim.
7. Prinsip Kerelaan
Asuransi syariah dilaksanakan tanpa ada unsur paksaan dimana antara perusahaan asuransi dan peserta secara rela melakukan kewajiban masing-masing. Peserta merelakan dana mereka disetor kepada perusahaan asuransi untu dikelola sesuai kesepakatan. Sementara perusahaan asuransi pun juga harus rela menjalankan tugas yang telah dipercayakan kepadanya.
8. Prinsip Halal
Asuransi menerapkan konsep bagi hasil (mudharabah) untuk menghilangkan unsur riba. Akad mudharabah diterapkan pula dalam hal penentuan bunga teknik, investasi, serta alokasi dana untuk pihak ketiga yang juga harus bebas riba. Dana yang ada di perusahaan asuransi juga tidak akan diinvestasikan ke hal yang tak sesuai syariah atau mengandung unsur riba.
9. Prinsip Risk Sharing
Asuransi syariah tidak menerapkan konsep untung-untungan, perjudian atau pertaruhan (maisir) dimana ada ada pihak yang untung dan ada pihak yang rugi. Dalam operasionalnya, asuransi syariah menerapkan prinsip berbagi risiko (risk sharing) antara peserta dengan perusahaan asuransi. Inilah alasannya kedua belah pihak bisa rela dalam menjalankan asuransi syariah tersebut dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
10. Prinsip Saling Percaya
Setelah masing-masing menjalankan perannya dengan amanah, maka kedua belah pihak pun bisa menjalin rasa saling percaya. Peserta percaya pada pihak perusahaan asuransi yang akan mengelola dana mereka, sementara perusahaan juga percaya pada kejujuran para peserta.
11. Menghindari Ketidakjelasan dan Ketidakpastian (Gharar)
Sesuai syariah, Muslim diajarkan untuk meninggalkan sesuatu yang tidak jelas sehingga dalam asuransi syariah segalanya harus jelas dari awal. Namun untuk menghindari ketidakpastian premi yang dipengaruhi oleh takdir, maka asuransi syariah menerapkan akad takafuli, akad tabarru’ dan akad mudharabah.
12. Menghindari Praktik Suap-menyuap
Praktik suap menyuap akan mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak. Dalam asuransi syariah, baik itu peserta maupun pihak perusahaan tidak boleh melakukan praktik suap menyuap ini demi keuntungan sendiri. Hal ini juga bertentangan dengan prinsip syariah itu sendiri.
13. Kesesuaian dengan Ajaran Agama Islam
Asuransi syariah akan selalu menerapkan akad maupun konsep sesuai dengan apa yang diajarkan dalam agama Islam. Hal ini dilakukan dmei menghindari hal yang diharamkan dan berujung pada merugikan diri sendiri dan orang lain. Kesesuaian ini bisa dilihat pada akad tabarru’, akad wakalah bil ujrah, akad mudharabah serta konsep kontribusi, konsep iuran tabarru’, konsep surplus defisit underwriting yang masih sesuai dengan ajaran Islam.
Dasar Hukum Asuransi Syariah
Dasar hukum dari asuransi syariah di Indonesia nisa diketahui dari:
- Al Maidah 2 “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”
- An Nisaa 9 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap mereka”
- HR Muslim dari Abu Hurairah “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat”
2. Dasar hukum fatwa MUI
Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa asuransi syariah secara sah diperbolehkan dalam ajaran Islam. Hal ini dapat dilihat pada:
- Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
- Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah
- Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
- Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah
3. Dasar hukum negara
Negara melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah, mengatur keberadaan dan operasional asuransi syariah. Hal ini bisa dilihat pada BAB I, Pasal I nomor 1 sampai dengan nomor 3
Akhir Kata
Demikianlah penjelasan tentang prinsip asuransi syariah dan dasar hukum yang perlu Anda ketahui. Dengan begitu, saat ini Anda mungkin memiliki gambaran yang lebih baik tentang bagaimana asuransi syariah. Anda pun bisa lebih yakin dalam menggunakan layanan ini nantinya.