UU Asuransi: Ketentuan Hukum, Tujuan, dan Jenisnya

JSMedia – Seiring dengan makin beragamnya faktor risiko yang hadir belakangan ini, membuat industri asuransi pun terus berkembang demi memberikan perlindungan sesuai kebutuhan dan kemampuan finansial masyarakat. Namun demikian, masih ada saja orang yang enggan menggunakan asuransi karena kurang memahami apa yang menjadi dasar operasionalnya. Untuk itu, kali ini kita akan membahas tentang Undang-Undang Asuransi atau UU asuransi yang merupakan dasar hukum dari praktik asuransi di Indonesia.

Dasar Hukum Asuransi di Indonesia

Dasar Hukum Asuransi di Indonesia

Secara garis besar, apa yang menjadi dasar ketentuan hukum asuransi dapat dilihat pada KUHD, KUH Perdata dan UU Asuransi itu sendiri. Berikut penjelasan masing-masing:

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Dasar ketentuan hukum dari penyelenggaraan jasa layanan asuransi berangkat dari Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yaitu pasal 246. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”.

Selain pasal di atas, dalam KUHD juga membahas tentang masa berlaku asuransi dan hal yang berkaitan dengan batalnya asuransi. Pada pasal 255 KUHD, dijelaskan bahwa masa berlaku asuransi dijelaskan dalam kontrak kerjasama (polis asuransi) yang diterbitkan pihak Penanggung. Pasal tersebut berbunyi “Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis”.

Selain itu, ada pula berbagai hal yang dapat membatalkan layanan asuransi seperti yang dijelaskan pada KUHD antara lain:

  • Pasal 251 KUHD menjelaskan bagaimana suatu pertanggungan asuransi bisa dibatalkan karena Tertanggung tidak menginformasikan hal-hal terkait kepada Penanggung
  • Pasal 269 KUHD menjelaskan bahwa Penanggung tidak melindungi kerugian yang sudah ada sebelum perjanjian asuransi disetujui
  • Pasal 272 KUHD menjelaskan apabila asuransi juga bisa dibatalkan apabila tertanggung dengan pemberitahuan melalui pengadilan membebaskan Penanggung dari segala kewajibannya
  • Pasal 282 KUHD yang membatalkan asuransi karena mengandung suatu akalan cerdik, penipuan, maupun kecurangan yang dilakukan Tertanggung
  • Pasal 599 KUHD yang membatalkan asuransi bila obyek pertanggungan melanggar peraturan tertentu

KUH Perdata

Selain itu, batalnya asuransi juga bisa didasarkan pada KUH Perdata yang menjelaskan pada pasal 1320 KUH Perdata, bahwa perjanjian dianggap sah apabila memenuhi 4 syarat yaitu

  • kesepakatan yang mengikatkan diri
  • kecakapan membuat suatu perikatan
  • suatu pokok persoalan tertentu
  • suatu sebab yang tidak terlarang

Dan karena asuransi hanya bisa diberikan melalui adanya perjanjian, maka bisa dikatakan perjanjian ini juga bisa masuk ke ranah hukum pidana dan memiliki risiko batal apabila tidak memenuhi keempat kriteria seperti yang dijelaskan dalam pasal tersebut.

UU Asuransi

Nah, selain halnya pasal dalam KUHD dan KUH Perdata di atas, masih ada lagi UU Asuransi yang menjadi dasar hukum dari operasional layanan asuransi di Indonesia. Undang-undang ini dibuat dengan tujuan untuk dijadikan sebagai acuan pelaksanaan kegiatan asuransi di Tanah Air. Manfaat UU asuransi tentu saja untuk memberikan kejelasan hak dan kewajiban kedua belah pihak, yaitu perusahaan asuransi dan masyarakat sebagai pengguna.

Bagi perusahaan yang menyediakan layanan asuransi, adanya UU asuransi berguna untuk memberikan kepastian hukum dalam pengelolaan usaha asuransi. Dengan adanya kepastian hukum ini, perusahaan pun bisa memiliki batasan yang jelas, tentang seperti apa idealnya layanan yang boleh atau tidak boleh diberikan pada masyarakat.

Sementara bagi masyarakat yang menggunakan jasa dari perusahaan asuransi, UU asuransi dapat menjelaskan tentang apa saja tanggung jawab atau kewajibannya kepada perusahaan. Perlindungan dari undang-undang ini juga memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat sebagai nasabah atau pengguna layanan asuransi. Dengan demikian, nasabah bisa lebih tenang dalam menunaikan hak seperti membayar premi maupun saat menuntut haknya, seperti saat mengajukan klaim.

Mekanisme dan Dasar Pertimbangan Penyusunan UU Asuransi

Mekanisme dan Dasar Pertimbangan Penyusunan UU Asuransi

Mekanisme penyusunan dari peraturan ini berangkat dari persetujuan bersama legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan eksekutif Presiden RI. Dalam hal ini, DPR tentunya sudah menampung dan menyaring aspirasi dari pihak-pihak terkait. Pasca disahkan oleh Presiden, maka Rancangan Undang-Undang (RUU) Asuransi kemudian dijadikan Undang-Undang (UU) oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) untuk kemudian diimplementasikan dalam dunia perasuransian di Indonesia.

Nah, untuk lebih memahami tentang UU asuransi ini, Anda bisa mempelajari hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan di balik penyusunan UU tersebut. Apa yang menjadi pokok pikiran dalam pembuatan UU asuransi oleh pemerintah ini di antaranya:

  • Untuk menciptakan industri asuransi yang sehat, kompetitif, amanah dan dapat diandalkan. Hasilnya, dapat memberikan peningkatan perlindungan bagi pemegang polis, tertanggung maupun peserta sehingga dapat berkontribusi terhadap pembangunan nasional.
  • Untuk menciptakan industri asuransi yang sehat tentunya akan membuat risiko yang dihadapi oleh para pemegang polis dapat ditanggulangi secara optimal.
  • Untuk menciptakan industri asuransi yang dijalankan dan dikelola berdasar prinsip bisnis yang sehat dan bertanggung jawab.

Saat ini, landasan hukum layanan asuransi di Indonesia ada pada UU Republik Indonesia No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian. UU ini menggantikan peraturan hukum sebelumnya, yaitu UU No.2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian. Pergantian UU asuransi ini sebagia bentuk bahwa dunia asuransi berjalan secara dinamis sehingga memerlukan penyesuaian regulasi yang kemudian menjadi acuan tujuan layanan asuransi serta jenis asuransi yang bisa dihadirkan oleh perusahaan.

Tujuan Asuransi di Indonesia sesuai UU Asuransi

Tujuan Asuransi di Indonesia sesuai UU Asuransi

 

Berdasarkan dasar-dasar yang sudah dijelaskan di atas, maka layanan asuransi memiliki setidaknya 4 tujuan utama. Keempat tujuan ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pengalihan Risiko

Asuransi bisa dijadikan sebagai sarana pengalihan risiko yang dilakukan oleh oleh pihak Tertanggung (masyarakat) kepada pihak Penanggung (perusahaan asuransi). Dengan begitu, maka risiko yang ditanggung oleh nasabah, keluarga ataupun ahli waris jadi ringan. Syarat dari pengalihan risiko ini adalah nasabah berkewajiban membayar premi sesuai ketentuan yang disepakati.

2. Ganti Rugi

Asuransi juga bisa menjadi ganti rugi dari pihak Penanggung kepada Tertanggung jika sewaktu-waktu mengalami kerugian. Dalam hal ini, perusahaan asuransi sebagai Penanggung membayarkan sejumlah uang ganti rugi dengan besaran sesuai kesepakatan dalam polis. Macam-macam faktor risiko yang tercakup dalam perlindungan biasanya juga dijelaskan dalam polis asuransi.

3. Pembayar Santunan

Asuransi, yang juga terikat pada undang-undang, menjadikannya lebih dari sekedar perjanjian. Oleh karena itu, pada saat terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kematian ataupun cacat permanen, perusahaan asuransi akan membayar santunan.

4. Kesejahteraan Anggota

Mirip dengan apa yang ditawarkan pada bentuk koperasi, asuransi yang juga berlaku pada suatu perkumpulan juga dapat dibuat dengan tujuan menyejahterakan para anggotanya. Dalam hal ini, saat ada salah satu anggota mengalami kerugian atau kematian, maka asuransi perkumpulan tersebut akan membayarkan sejumlah uang kepadanya.

Jenis Asuransi yang Ada di Indonesia Saat Ini  

Jenis Asuransi yang Ada di Indonesia Saat Ini  

Harus diakui bahwa saat ini semakin banyak perusahaan asuransi yang menawarkan berbagai macam produk asuransi yang bisa dipilih oleh masyarakat. Namun dari sekian banyak produk yang ada, pada dasarnya ada 3 jenis asuransi yang ada di Indonesia saat ini, mengacu pada apa yang diatur dalam UU asuransi itu sendiri. Nah, berikut penjelasan dari ketiga jenis asuransi tersebut:

1. Asuransi Jiwa

Jenis asuransi ini dapat memberikan pertanggungan risiko terkait dengan hidup atau meninggalnya pihak Tertanggung maupun keluarga. Asuransi jiwa bisa ditawarkan sebagai manfaat tambahan (rider) dari asuransi kesehatan, dan bisa pula dalam bentuk asuransi jiwa murni (standalone).

2. Asuransi Kerugian

Jenis asuransi yang juga dikenal sebagai asuransi umum ini dapat memberikan manfaat pertanggungan atas kerugian, kehilangan maupun Tanggung Jawab Hukum pada Pihak Ketiga. Asuransi kerugian ini kemudian menghasilkan sejumlah produk turunan yang banyak diminati masyarakat karena perlindungan spesifik sesuai kemampuan finansial, antara lain seperti asuransi kebakaran, asuransi kendaraan dan sebagainya.

3. Asuransi Syariah

Dengan penduduk yang mayoritas Muslim, maka hadirlah jenis asuransi yang disesuaikan dengan prinsip syariah Islam. Jenis asuransi ini tak hanya diminati oleh nasabah Muslim saja karena memang memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari layanan asuransi konvensional. Bisa saja karakteristikk khusus ini lebih ideal atau lebih sesuai dengan keinginan.

Kesimpulan

UU asuransi hadir untuk menjelaskan hak dan kewajiban pihak-pihak yang terlibat dalam asuransi. Selain itu, peraturan ini dihadirkan pemerintah demi menunjang pembangunan nasional yang lebih optimal di segala sektor. UU asuransi baru juga menjadi landasan hukum bagi asuransi syariah yang belakangan ini juga semakin tinggi peminatannya.